Menyambung cerita sebelumnya, perjalananku selama di Jogjakarta, sehari menganggur di Jogjakarta luntang-lantung.
Diawali dari dering telfon waktu di Stasiun Kiaracondong, saat menunggu pemberangkatan kereta Kutojaya selatan. Telfon dari Aero, awalnya menanyakan kabar keberangkatan namun akhirnya mereka bilang akan naik Gunung Lawu pada malam itu, mendadak karena ajakan teman di Jojakarta, Shanti, Inda, dan puput.
Wah alamat luntang-lantung nih di jogja menunggu mereka turun dari Lawu dulu. Untungnya Restu punya teman di Jogja, yang awalnya terpikir untuk balik kanan dan pergi besok akhirnya kami pergi malam itu juga. Ckck
Wah alamat luntang-lantung nih di jogja menunggu mereka turun dari Lawu dulu. Untungnya Restu punya teman di Jogja, yang awalnya terpikir untuk balik kanan dan pergi besok akhirnya kami pergi malam itu juga. Ckck
Keretapun berangkat, sebuah kereta ekonomi yang tentunya kepadatan adalah sebuah hal lumrah yang sering
terjadi, kereta yang selalu dipenuhi orang-orang dengan berbagai kepentingan, dimulai dari orang-orang yang kembali dari pekerjaan mereka di Bandung, orang yang mau menengok saudara mereka di Jawa, orang yang mau berlibur sepertiku, orang yang mencari nafkah di kereta seperti pedagang asongan, dan lain sebagainya.
terjadi, kereta yang selalu dipenuhi orang-orang dengan berbagai kepentingan, dimulai dari orang-orang yang kembali dari pekerjaan mereka di Bandung, orang yang mau menengok saudara mereka di Jawa, orang yang mau berlibur sepertiku, orang yang mencari nafkah di kereta seperti pedagang asongan, dan lain sebagainya.
Selama perjalanan tentunya aku tidak mendapat tempat duduk, dari Bandung sampai Kroya aku merubah posisi duduk dan berdiri karena pegal semakin menjadi. Singkat cerita kamipun sampai di kutoarjo, melanjutkan perjalanan ke Jogja menggunakan PRAMEX, sejenis KRD kalau di Bandung atau KRL kalau di Jakarta.
Setelah sampai di Jogja, teman Restupun menjemput kami di Stasiun Tugu, Kamipun berangkat menuju rumahnya, sekedar beristirahat setelah terkukus di dalam kereta selama 10 Jam lebih. Pada malam harinya kamipun berangkat jalan di Jogja bareng temen restu, empunya acara, nangkring di kafe daerah UII Kampus bawah sambil memainkan games UNO gila yang membuatku sampai joged di stage kafe untuk pertama kalinya di Jogja, ah sial... tapi tak apalah.
Jam Dua pagi aku pun berangkat menuju teman-teman yang baru pulang dari Gunung Lawu yang menjemput ku di kafe, pakaian dekil dan muka super cape menungguku di depan kafe. Akhirnya akupun pamitan kepada teman Restu dan kembali berbaur dengan penghianat-penghianat yang meninggalkanku ke Lawu dan hanya memberikan Oleh-oleh sebongkah ARCA dan foto-foto mereka di Lawu
![]() |
| Triangulasi 3.265 mdpl |
| Best Picture, Aero |
| Anggid, Arca Lawu |
| Rona, Gaya uy |
Hati bergetar, perasaan iri atau cemburu membuat hasrat untuk memulai perjalanan ke Merbabu semakin menjadi, tak sabar rasanya ingin melihat pemandangan nusantara dari atas sana, sebuah negeri di atas awan yang tersimpan keindahan dan ketentraman tiada tara, sebuah puncak gunung.
Keinginan hati untuk memulai pendakian pada hari itu harus ditunda, karena aku kasihan kepada teman-temanku yang tentu saja kelelahan setelah pendakian Gunung Lawu. Hari itu tentu saja tidak kami sia-siakan dengan tidur dan berdiam diri saja, berada di sebuah kota terkenal di Indonesia yang kental dengan kebudayaan dan sejuta kenangan tentu kami gunakan untuk berjalan-jalan mengelilingi Jogjakarta.
Sarapan pagi pada siang hari (karena "Pendaki Lawu" bangun kesiangan) kami berangkat ke sebuah kedai unik, namanya "Rumah makan Pak Harto" yang berada di dekat sebuah terminal di Jogjakarta. Kedai ini sangat unik, satu-satunya Rumah Makan termurah yang aku kunjungi seumur hidupku, bayangkan saja semua menu harganya Rp. 6.000 rupiah tapi porsi dan menu yang disajikan adalah menu Foodcourt dengan porsi warteg, sangat cocok "Pendaki" yang kelaparan setelah perjalanan.
Setelah itu kamipun berangkat ke kontrakan teman kami di daerah Malioboro untuk menyimpan barang-barang kemudian melanjutkan berjalan-jalan di Jogjakarta. Kami lalu melanjutkan wisata kami ke alun-alun kota Jogjakarta, sekedar menikmati malam panas di Jogja dan bagiku mengenang 6 tahun silam kala pertama kali aku ke tempat ini dengan teman-teman SMA ku. Hm... sama seperti dulu memang alun-alun ini, masih banyak yang berjualan dan orang-orang yang memainkan mitos berjalan melewati dua pohon beringin.
Tak terasa, rasa lapar melanda kami lagi, kali ini salah satu tempat yang menjadi simbol kuliner Jogjakarta, Kopi Joss dan Nasi Kucing Asli Jogjakarta yang berada di samping Stasiun Tugu Jogjakarta menjadi tujuan kami. Melepas rasa lapar dan nangkring sambil mendengar lantunan seniman jalanan menyanyikan Keroncong Bengawan Solo, Yogyakarta-nya Katon, sampai shaggy dog. Nice night with memorial's song
![]() |
| ready to go!!! Malioboro |
![]() |
| Alun-alun Jogja |
Tak terasa, rasa lapar melanda kami lagi, kali ini salah satu tempat yang menjadi simbol kuliner Jogjakarta, Kopi Joss dan Nasi Kucing Asli Jogjakarta yang berada di samping Stasiun Tugu Jogjakarta menjadi tujuan kami. Melepas rasa lapar dan nangkring sambil mendengar lantunan seniman jalanan menyanyikan Keroncong Bengawan Solo, Yogyakarta-nya Katon, sampai shaggy dog. Nice night with memorial's song
![]() |
| Seniman Jalanan menghangatkan malam |
![]() |
| begaya nih |
Setelah itupun akhirnya kami memutuskan kembali ke Kostn untuk persiapan perjalanan esok hari, Merbabu menanti







